LANGKAR.ID, Banjarmasin – Perekonomian Kalimantan Selatan (Kalsel) tetap menunjukkan daya tahan meski menghadapi berbagai tekanan ekonomi. Pada Agustus 2024, Kalsel mencatat deflasi sebesar 0,36 persen (month-to-month), sementara inflasi tahunan (year-on-year) berada di angka 1,71 persen, lebih rendah dari rata-rata nasional yang mencapai 2,12 persen.
“Deflasi ini mengindikasikan stabilitas harga di tengah euforia perayaan Hari Kemerdekaan RI dan belanja proyek infrastruktur pemerintah,” ujar Kepala Dirjen Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Kalsel, Syafriadi, Senin (30/9/2024).
Banjarmasin Penyumbang Inflasi Tertinggi
Dari lima wilayah sampel pengukuran, Banjarmasin mencatat inflasi tertinggi sebesar 2,20 persen (yoy), sementara Hulu Sungai Tengah menjadi yang terendah dengan 0,72 persen (yoy). Penyumbang utama inflasi meliputi emas perhiasan, gula pasir, tarif parkir, dan sigaret kretek mesin.
Surplus Neraca Perdagangan dan Tantangan Pendapatan Negara
Kalsel juga mencatat surplus neraca perdagangan sebesar USD 917,66 juta pada Agustus 2024. Namun, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, surplus ini mengalami kontraksi 7,37 persen. Meski begitu, secara month-to-month, surplus meningkat 35,58 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Pendapatan negara di Kalsel hingga Agustus 2024 tercatat sebesar Rp13,46 triliun atau 59,27 persen dari target, mengalami penurunan 17,10 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023. Meski penerimaan pajak dalam negeri turun 18,61 persen (yoy), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) justru tumbuh positif sebesar 11,64 persen dengan realisasi Rp1,23 triliun.
Belanja Negara Naik Hampir 30%
Sisi belanja negara mencatat realisasi sebesar Rp24,79 triliun atau 64 persen dari pagu, meningkat 29,97 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Belanja ini terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar Rp5,77 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp19,12 triliun.
Sektor Ekonomi yang Kontraksi
Meski mayoritas sektor utama menunjukkan pertumbuhan positif, beberapa sektor seperti pertambangan, perdagangan, dan pertanian menghadapi tantangan. Penurunan harga batu bara dan TBS kelapa sawit menjadi penyebab kontraksi di sektor-sektor tersebut.
“Walau ada tantangan, kami optimis dengan langkah strategis yang diambil, target pendapatan hingga akhir tahun dapat tercapai,” tutup Syafriadi. (L212)