LANGKAR.ID, Banjarmasin – Ratusan pengunjuk rasa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-kalimantan Selatan kembali menggelar aksi unjuk rasa dengan membawa poster bergambar Aktifis Munir, di Jalan Lambung Mangkurat, depan Kantor DPRD Kalsel, Kamis (15/9/2022).
Dalam aksi kali ini para mahasiswa meminta DPRD Kalsel berdebat di jalan berkaitan dengan September Hitam, yang mana di bulan September banyak peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) namun belum diselesaikan oleh Negara.
Meskipun kasus Munir Said Thalib dan Tanjung Priok sudah terdapat mekanisme peradilannya, tetapi pengungkapan kebenaran dan juga akses pemulihan kepada korban masih belum dilakukan.
Adapun tragedi-tragedi di bulan September tersebut adalah, Pembunuhan Munir Said Thalib (7 September 2004), Tragedi Tanjung Priok (12 September 1984), Tragedi Semanggi II (24 September 1999), Reformasi Dikorupsi (24 September 2019) dan Tragedi 1965-1966.
Kekecewaan para mahasiswa terjadi saat ditengah perdebatan Anggota DPRD Kalsel Burhanuddin dari Komisi 1 meninggalkan mahasiswa, sontak saja mahasiswa berdiri dan berusaha mengejar, namun kepolisian berhasil meredam kemarahan mahasiswa.
Ketua BEM ULM, M Ardhi Faddakiri usai unjuk rasa meminta sikap tegas dari DPRD Kalsel terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi, baik skala Nasional maupun yang ada di Daerah.
“Yang mau kami ajak berdialog yaitu ketua DPRD Provinsi mangkir dari panggilan rakyatnya sendiri, lebih dari itu ternyata perwakilan dari Ketua DPRD yang berhadir yaitu Burhanuddin mengakui dengan jelas dirinya tidak punya kapasitas untuk berdebat dengan mahasiswa,” paparnya.
Kecewa dengan sikap Ketua DPRD Kalsel, Supian HK yang enggan menemui mahasiswa, maka BEM se-Kalsel berjanji akan kembali menggelar unjuk rasa hingga tuntutannya dipenuhi.
“Mudah-mudahan itu bisa menjadi waktu yang cukup bagi Anggota DPRD Kalsel untuk mempersiapkan bekal untuk berdebat,” harapnya.
Sementara itu, Koordinator BEM se-Kalsel, Yogi Ilmawan menyampaikan, BEM se Kalsel lagi-lagi turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi kepentingan rakyat yang dipandang banyak tangis dan duka.
Yogi juga menyinggung sikap Supian HK yang enggan menemui mahasiswa dengan alasan mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Padahal menurut Yogi, Supian HK hadir dalam RDP hanya sebagai moderator dan tidak mengerti akar permasalahan yang dihadapi masyarakat.
“Secara tidak langsung kami pandang DPRD Kalsel tidak ada bahasan terkait tentang kenaikan BBM, apakah DPRD Kalsel kembali berlaga seperti Kantor Pos, cuma mengantarkan tuntutan mahasiswa ke Pemerintah Pusat,” katanya.
Pengamanan unjuk rasa kali ini menurunkan 400 personel kepolisian, yaitu dari Polres Batola, Polres Banjar, Polres Banjarbaru, Polresta Banjarmasin dan Polda Kalsel. (L186)