LANGKAR.ID, Banjarmasin – Sidang dugaan korupsi yang menyeret Mantan Bupati Tanah Bumbu (Tanbu), Mardani H Maming dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi kembali digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Jalan Pramuka, Kecamatan Banjarmasin Timur, Kamis (1/2/2022).
Dipimpin Ketua Majelis Heru Kuntjoro bersama empat Anggota Majelis yakni, Aris Bawono Langgeng, Jamser Simanjuntak, Ahmad Gawi dan Arief Winarno, pemeriksaan menghadirkan 6 saksi, diantaranya saksi mahkota mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanbu, Raden Dwijono.
Dalam kesaksiannya melalui virtual, Dwijono menyebut Surat Keputusan (SK) Bupati Tanbu nomor 296 Tahun 2011 tentang persetujuan pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi (OP) dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) diberi tanggal mundur.
SK tersebut diteken terdakwa yang saat itu masih berstatus Bupati Tanbu pada Bulan Juni Tahun 2011, namun diberi tanggal 16 Mei Tahun 2011.
Alasannya, agar IUP OP yang dialihkan dari PT BKPL kepada PT PCN atas permohonan Henry Soetio selaku Dirut PT PCN itu sempat untuk diinputkan dalam tahap pertama evaluasi clean and clear (CNC) pada Ditjen Minerba, Kementrian ESDM.
“Supaya bisa cepat diajukan proses CNC ke Minerba. Sesuai surat edaran Dirjen Minerba tahap pertama sampai Mei, kalau Juni mundur lagi karena CNC dilakukan bertahap harus menunggu tahap selanjutnya menunggu dikumpulkan IUP lain,” paparnya.
Dwijono mengaku sempat satu bulan lebih menunda proses penyusunan draf SK itu karena khawatir menyalahi ketentuan pada pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dimana pada ayat 1 Pasal tersebut menurut pemahaman Dwijono, pengalihan IUP adalah hal yang dilarang, namun proses itu akhirnya tetap dilakukan setelah Ia menerima pesan terdakwa melalui bawahannya di Dinas ESDM bahwa terdakwa menginginkan proses itu dipercepat.
Keterangan Dwijono langsung dibantah oleh Mardani ketika hakim menanyakan keterangan saksi kepadanya.
“Banyak keterangan yang salah, saya tidak pernah memperkenalkan Dwijono kepada Hendri karena ketika saya bertemu Hendri, dia menyampaikan sudah bertemu dengan Dwijono,” katanya.
Selanjutnya, Mardani menyampaikan bahwa ia tidak pernah menyerahkan surat permohonan peralihan IUP OP tersebut, karena tidak pernah menerima permohonan tersebut.
“Saya tidak pernah mengintervensi, apalagi memarahi Kepala Dinas yang jelas-jelas kalau itu dibilang pidana dan saya tetap tandatangani menurut saya itu sesuatu yang bodoh, waktu itu semua dianggap berjalan sesuai dengan aturan, makanya sampai terbit CNC,” paparnya.
Hingga sekarang sidang masih berlangsung, rencananya sidang akan kembali digelar Jum’at (2/12/2022) dengan agenda masih pemeriksaan saksi-saksi. (L186)