LANGKAR.ID, Banjarmasin – Lanjutan sidang dugaan korupsi proyek galangan kapal PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Shipyard Banjarmasin, kembali bergulir di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Selasa (20/12/2022).
Dalam persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi, yakni Rolando Christopher sebagai staf Legal Divisi Sekretaris PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari Persero dan Heri Wibowo.
Majelis Hakim yang diketuai I Gedhe Yuliarta bersama dua Hakim Anggota, Ahmad Gawi dan Arief Winarno sempat mengingatkan saksi Rolando agar memberikan keterangan yang tidak ditutup-tutupi.
“Anda kan hari ini sebagai saksi, terangkan saja semuanya sesuai yang diketahui jangan ditutup-tutupi,” ucapnya dengan nada tinggi.
Dalam kesaksian Rolando terungkap, pelaksanaan proyek senilai lebih dari Rp 18 miliar itu sempat melalui tiga kali adendum dan berlaku selama 210 hari kerja sejak Bulan September 2018, namun karena tak dituntaskan, dilakukan adendum dengan pokoknya perpanjangan waktu 90 hari yakni pada Bulan Maret 2019.
“Alasannya ada kendala teknis, itu usulkan pengawas internal dibantu konsultan pengawas dan disetujui PPK. Saat itu PPK Pak Suharyono (terdakwa),” katanya.
Selama masa perpanjangan, proyek yang dikerjakan oleh PT Lidy’s Artha Borneo itu tak juga selesai lalu adendum kedua dilakukan kembali selama 90 hari, namun proyek juga tak kunjung rampung hingga dilakukan adendum ketiga pada Bulan September 2019 dengan lama waktu 75 hari.
“Alasannya juga karena faktor eksternal kondisi cuaca,” ujar Rolando.
Walaupun sudah adendum ketiga proyek tersebut tidak juga selesai, malahan konstruksi pekerjaan tersebut runtuh, Rolando menyampaikan ketika itu terdakwa Suharyono menggantikan posisi terdakwa Albertus yang sebelumnya merupakan PPK yang meneken kontrak kerja dengan pemenang lelang proyek, PT Lidy’s Artha Borneo.
Ketika ditanya Majelis Hakim terkait proses lelang hingga dipilihnya PT Lidy’s Artha Borneo sebagai kontraktor, Rolando mengaku tidak tahu detail prosesnya, walaupun ia tergabung dalam tim pengadaan menjawab tak tahu-menahu detail proses tersebut.
Ia mengaku hanya mengetahui lebih detil ketika menyiapkan dokumen draf kontrak. Tak ditampiknya, kontrak kerja bukan diteken langsung oleh Pimpinan PT Lidy’s melainkan pemegang kuasa melalui akta notaris.
“Waktu itu awalnya ada surat kuasa di bawah tangan saja, lalu saya minta dari notaris. Diperlihatkan copy nya lalu saya minta aslinya,” paparnya.
Majelis Hakim kembali menunda persidangan pada Selasa (10/1/2023) mendatang, dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. (L186)