Oleh: Mohammad Effendy
(Forum Ambin Demokrasi)
LANGKAR.ID,BANJARMASIN – Sesekali para pejabat kita sebaiknya datang menjenguk pasar kecil dadakan yang tersebar di bebagai sudut kota. Di sana akan ditemukan interaksi jual-beli antara warga masyarakat kelas bawah dengan para pedagang yang duduk menghadapi lapak kecil berisi beberapa sisir pisang, beberapa kilogram singkong, baskom ikan dan lain-lain.
Mereka para pedagang kecil tersebut ingin meraih rezeki untuk anak dan keluarganya agar bisa makan dan bertahan hidup.
Oang-orang kecil tersebut sudah terbiasa berjuang sejak dinihari, dan mereka adalah orang kuat yang ditempa alam. Menjadi kuat karena tidak ada pilihan yang dapat dilakukan. Dalam penderitaan hidup yang begitu massif, mereka masih bisa tertawa dan bercanda dengan sesamanya. Menjelang pagi saat orang-orang mulai ramai melakukan aktivitas rutinnya, masyarakat kecil yang berjualan di pasar dadakan yang kecil dengan barang jualan yang juga kecil bersiap membenahi dagangannya.
Begitulah rutinitas kehidupan sebagian warga masyarakat kelas bawah yang sering luput dari perhatian para pejabat yang memiliki kewenangan mengatur kebijakan. Pejabat pemerintahan terutama di tingkat lokal yang baru saja menyelesaikan pertarungan Pilkada, mungkin tidak sempat terpikir kebijakan apa yang akan dilakukan untuk melindungi mereka rakyat miskin.
Di kepala mereka para pejabat itu yang terlintas adalah uang milyaran rupiah yang raib sebagai modal agar dapat terpilih di Pilkada. Oleh karena yang terlintas adalah uang modal dan sebagian mungkin dari uang pinjaman, maka yang mengemuka dalam pikirannya adalah bagaimana caranya agar modal tersebut dapat kembali secepatnya.
Mereka yang terpilih bersama tim suksesnya mulai mempelajari secara serius angka-angka yang tertuang dalam APBD, proyek-proyek apa yang dapat dilakukan untuk mengangsur modal yang sudah keluar. Pikiran kreatif bermunculan untuk meningkatkan pendapatan meski terkadang memberi beban tambahan untuk warga, namun tentu saja tujuannya bukan untuk kepentingan masyarakat luas namun untuk mempercepat menuju titik impas.
Di lembaga legislatif di mana para wakil rakyat bekerja, juga muncul pemikiran untuk menambah pendapatan dalam APBD. Akan tetapi sama dengan mitranya di eksekutif, pikiran untuk meningkatkan pendapatan tidak ditujukan untuk kepentingan dan kesejahteraan umum, namun untuk menambah insentif bagi anggota Dewan. Sebab, makin tinggi pendapatan daerah, kian besar insentif untuk para wakil rakyat yang terhormat itu. Inilah ironi yang sedang melanda negeri kita, banua kita, dan juga rumah kita bersama.
Rakyat hanyalah pemilik suara yang sudah tergadai, bukan pemegang kedaulatan sebagaimana seharusnya di negara yang mengklaim dirinya sebagai negara demokrasi. Perangkat pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah, berlomba mengajukan anggaran kegiatan mereka masing-masing dengan berlindung kepada kepentingan rakyat. Namun semua anggaran tersebut pada akhirnya hanyalah untuk kesejahteraan para pejabat.
Rakyat kecil yang berada di pelosok desa, di pinggiran kota, dan juga di pasar-pasar tradisional tetap dibiarkan hidup dalam kemiskinan, kurang pendidikan, tanpa layanan kesehatan yang memadai dengan maksud agar mereka tetap sebagai subjek pemilik suara yang dapat dibeli pada saat dperlukan.
Sementara masyarakat yang berada di kelas menengah yang lebih terdidik, usaha mereka sengaja tidak dikembangkan, sebagian lagi dilakukan penyanderaan baik melalui penyediaan tempat di zona aman maupun melalui pengawasan ketat yang ditugaskan kepada atasan mereka. Kondisi yang demikian mengakibatkan suara kelas menengah tidak begitu nyaring terdengar, kalupun masih ada hanya terbatas pada orang-orang tertentu yang nekad.
Mungkinkah akan terjadi perubahan ke arah yang lebih kondusif, tentu harus dilakukan secara serius oleh semua elemen masyarakat. Harus ada upaya penyadaran yang terus menerus dilakukan agar bangsa ini dapat bersaing dalam interaksi global.
Jika kita hanya menerima nasib maka bangsa ini akan kian terpuruk dan anak cucu kita akan mengalami penderitaan yang lebih tragis. (007)