BerandaBANUABanjarbaruMEMELIHARA ORANG MISKIN DALAM PERSPEKTIF POLITIK

MEMELIHARA ORANG MISKIN DALAM PERSPEKTIF POLITIK

Oleh : Mohammad Effendy – Forum Ambin Demokrasi

LANGKAR.ID, BANJARMASIN – Sebagian besar dari kita sudah mengetahui dan menyadari bahwa salah satu kewajiban yang melekat pada nilai-nilai kemanusiaan adalah membantu mereka yang miskin serta orang-orang yang lemah dan tidak berdaya. Di majelis pengajian para Penceramah sering menyampaikan tausiah dengan mengutip ayat suci al-Qur’an; bahwa Tuhan mengecam mereka yang tidak peduli terhadap orang miskin dan juga anak yatim.

Perilaku keberagamaan seseorang tidak saja diukur dari ketaatannya melakukan hubungan dengan Allah (hubungan vertikal), tetapi yang lebih terlihat nyata adalah menjaga hubungan dengan sesama manusia dalam interaksi sosial (hubungan horizontal). Hubungan sosial yang sangat dianjurkan salah satunya adalah kesediaan untuk berbagi dengan mereka yang tidak beruntung terutama dalam aspek ekonomi.

Nilai-nilai luhur yang bersumber dari ajaran agama tersebut ternyata belum optimal dilakukan dalam sikap keseharian kita. Sebagian mereka yang memiliki rezeki berlebihan memanfaatkan kelebihannya tersebut dengan tujuan yang berbeda dengan esensi yang dianjurkan oleh nilai-nilai agama. Diantara para pengusaha kaya dan mereka yang memiliki kelebihan finansial justeru menggunakannya untuk tujuan dan kepentingan politik.

Terminologi agama yang menyebutkan adanya “kewajiban untuk menolong orang miskin”, dalam perspektif politik berubah menjadi pentingnya “memelihara kemiskinan”. Persepsi tersebut meski terdengar aneh namun di lapangan ia menjadi fakta yang sulit dibantah. Masyarakat yang dibiarkan menderita kemiskinan justeru menjadi objek politik yang sangat mudah dikendalikan.
Kondisi ini jika terus dibiarkan maka tanpa disadari ia telah memberikan sinyal keadaan darurat yang sangat berbahaya. Sebab, mereka yang merasa diuntungkan secara politik dengan kondisi masyarakat yang diliputi kemiskinan tersebut justeru akan menduduki jabatan-jabatan yang akan membuat dan menentukan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Jika “mindset” yang ada dan tumbuh di kepala para penentu kebijakan tersebut adalah perlunya terus “memelihara kemiskinan rakyat”, maka jangan diharapkan dari tangan mereka akan keluar kebijakan yang pro rakyat – kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebab, meningkatnya taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dapat mengganggu masa depan karir politik mereka.

Orang-orang yang haus kekuasaan tersebut tidak peduli dengan data; rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), menurunnya kualitas sumber daya manusia karena lembaga-lembaga pendidikan yang tidak mendapat perhatian serius sehingga menghasilkan orang-orang yang tidak dapat bersaing di dunia kerja, indeks pembangunan demokrasi yang terjun bebas dan seterusnya.

Masyarakat kita adalah korban dari rekayasa politik yang didesain oleh orang-orang yang memegang kendali kekuasaan terutama di sektor ekonomi. Sementara itu sebagian dari orang-orang terdidik yang seharusnya berperan membimbing dan membuka kesadaran masyarakat agar mereka bangkit menjaga harkat dan martabatnya sebagai warga justeru berperilaku dan mengeluarkan pernyataan yang langsung atau tidak langsung mendukung sikap pragmatis komunitas di akar rumput.

Dampak dari kondisi sosial tersebut maka penyelenggara pemerintahan di semua tingkatan sadar atau tidak sadar seperti telah melupakan tugas dan fungsi negara yang memiliki kewajiban untuk memajukan dan mensejahterakan rakyatnya, menjamin keamanan warganya dari gangguan dan tindakan kesewenangan, menjaga kerusakan lingkungan agar rakyat dapat hidup dan menghirup udara yang bersih dari polusi serta kewajiban lainnya.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa penyelenggara pemerintahan bukan saja melupakan fungsinya tersebut, akan tetapi justeru ia merupakan bagian dari terjadinya kekisruhan itu sendiri. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat terabaikan, bahkan terkesan seperti disengaja untuk “memelihara kemiskinan”. Tindakan kesewenangan dan perilaku ketidakadilan dilakukan dan bersumber dari institusi negara. Terjadinya kerusakan lingkungan dimulai dari kebijakan yang dibuat pemerintah sendiri melalui instrumen perizinan yang longgar dan tanpa pengawasan, dan seterusnya.

Memperbaiki keadaan yang rusak parah ini tentu menjadi pekerjaan rumah kita semua, dan ada baiknya untuk melakukan perenungan agar dapat mengingat kembali tujuan mendirikan negeri tercinta ini. Bangunan besar yang kita bangun dan rawat bersama kini kian rapuh dengan dinding kusam serta di sana-sini terlihat banyak atapnya yang bocor. Rumah besar milik bersama ini harus segera kita rehab, agar anak cucu kita dapat menikmati keteduhan. (007)

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

BACA JUGA