LANGKAR.ID, Banjarmasin – Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo lakukan kunjungan kerja di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) dengan salah satu agenda meresmikan Pabrik Biodiesel B-30 milik PT Jhonlin Agro Raya (JAR) di Kabupaten Tanah Bumbu pada hari Kamis (21/10/2021) silam.
Pabrik dengan bahan dasar sawit itu membuka lapangan kerja yang cukup besar.
Hal itu mendapat apresiasi berbagai pihak untuk mendorong proses hilirisasi komoditas mentah.
Kehadiran pabrik tersebut, petani nasional khususnya lokal akan mendapatkan pemasok yang dapat saling menguntungkan.
Seiring perkembangan industri kelapa sawit, berbagai sektor menjadi perhatian bersama, baik dari pihak pemerintah maupun pihak pengelola atau perusahaan perkebunan itu sendiri yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat, termasuk petani dan masyarakat sekitar industri perkebunan.
Pemerintah pusat melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Airlangga Hartarto menjelaskan terkait kekayaan alam di tanah air, termasuk sejarah bangsa Indonesia dalam menghasilkan berbagai rempah-rempah.
“Kemewahan rempah-rempah dan hasil kebun kita menjadi primadona pada abad ke-18 dan menjadi incaran bangsa-bangsa lain,” ujar Airlangga Hartarto yang dikutip melalui siaran pers pada 22 April 2021 silam.
Disampaikan pada kegiatan webinar, Menuju Perkebunan Indonesia Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh PT Riset Perkebunan Nusantara dengan mengankat tema “Pekebun Sawit Rakyat Berkelanjutan, Terhenti atau Regenerasi”, di Jakarta.
Komoditas perkebunan merupakan andalan bagi pendapatan nasional dan devisa negara, di mana total ekspor perkebunan pada tahun 2018 mencapai 28,1 miliar dolar atau setara dengan 393,4 Triliun rupiah.
Kontribusi sub sektor perkebunan terhadap perekonomian nasional diharapkan semakin meningkat, memperkokoh pembangunan perkebunan secara menyeluruh.
Sedangkan Industri kelapa sawit di Indonesia dibangun dengan pendekatan yang memprioritaskan keseimbangan antara aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.
Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan, yang telah diatur secara khusus dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Pada kesempatan yang sama, Menko Airlangga Hartarto juga menyebutkan sesuai dengan arahan Presiden RI, Joko Widodo dalam upaya mengakselerasi pembangunan kelapa sawit berkelanjutan, telah diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, yang biasa dikenal dengan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
“Peraturan ini mewajibkan seluruh tipe usaha kelapa sawit yaitu Perkebunan Besar Negara, Perkebunan Besar Swasta dan Perkebunan Rakyat Indonesia untuk mendapatkan sertifikasi ISPO, sebagai jaminan bahwa praktik produksi yang dilakukan telah mengikuti prinsip dan kaidah keberlanjutan,” lanjutnya.
Baca juga : Diresmikan Jokowi, Pabrik Bio Diesel di Tanah Bumbu Mampu Serap 2.320 Tenaga Kerja Baru
Landasan ini memiliki tujuan sehingga pihak perusahaan memegang sertifikasi ISPO, beberapa di antara tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan, selain memastikan dan meningkatkan pengelolaan serta pengembangan perkebunan kelapa sawit juga meningkatkan keberterimaan dan daya saing hasil perkebunan kelapa sawit Indonesia di pasar nasional dan internasional.
Pemerintah tetap berkomitmen untuk melakukan peremajaan atau replanting sebanyak 180 ribu hektar kebun kelapa sawit milik pekebun pada tahun 2021 ini.
Hal ini ditujukan untuk meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit khususnya ditingkat pekebun rakyat.
“Diperlukan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk parea stakeholder, semoga perkebunan di Indonesia semakin berkelanjutan,” tutup Menko Airlangga.
Tantangan pemerintah untuk mendorong laju perkembangan industri kelapa sawit dinilai memiliki berbagai serangan informasi negatif.
Menyikapi hal tersebut, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terus berupaya untuk bersinergi dengan berbagai sektor, termasuk kepada insan pers ataupun perusahaan media untuk bersama menginformasikan yang sebenarnya dan berimbang.
Pihaknya telah menggelar Journalist Fellowship dan Training Tahun 2021 Batch II untuk wilayah Kalimantan, dilaksanakan dengan cara langsung di Golden Tulip Hotel Banjarmasin, pada tanggal 10 sampai 14 November 2021, sebagian peserta turut mengikuti melalui virtual.
Termasuk dengan serangan isu negatif sehingga bagi masyarakan sendiri masih memiliki pandangan negative tanpa diimbangi dengan informasi yang mendidik untuk mengenal lebih jauh terhadap dampak positif serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Demikian pula pada temuan pandangan dunia, sebagaimana yang disampaikan oleh Advisor Asian Agri Group, Indonesian Palm Oil Associaton (IPOA), Mohamad Fadhil Hasan kepada peserta Journalist Fellowship dan Training 2021 dengan judul materi, Palm Oil Industry in Global Market: Issues and Challenges.
Disampaikan bahwa isu utama persepsi negatif masyarakat terhadap efek minyak kelapa sawit cukup besar, di antaranya Isu Sosial menjadi perhatian di Austria (45%), Perancis (42%), Spanyol (41%), Ceko (38%) dan Jerman (31%).
Sedangkan Isu negatif sawit menjadi perhatian utama di Spanyol (50%), Perancis (49%), Austria (47%), Italia (42%) dan Ceko (40%).
Hal ini pula yang menjadi tugas bersama, disampaikan bahwa beberap faktor yang dapat dipahami oleh seluruh stakeholder termasuk pemerintah untuk memberikan informasi sehingga tidak membiarkan narasi negatif tersebut berkembang.
Di antaranya kurangnya koordinasi dan promosi, pemerintah dan industri membiarkan narasi dan tekanan ini berkembang, Kurangnya koordinasi antara negara-negara produsen minyak sawit dan antara pemerintah dan industri dalam menanggapi tekanan dan narasi tersebut.
Kurangnya kampanye terkoordinasi yang sistematis, berkelanjutan dan masif dan promosi oleh negara dan industri penghasil minyak sawit.
Setiap negara atau perusahaan melakukan tanggapannya sendiri dan kurangnya kesadaran bahwa tekanan atau masalah ini tidak dapat diatasi oleh satu atau beberapa negara atau industri.
Sementara itu, kontribusi perkebunan sawit dalam meningkatkan kesejahteraan disebutkan memiliki peran yang cukup besar.
Ketua Divisi Komunikasi Internal dan Eksternal DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Goldameir Mektania menjelaskan hal tersebut dalam paparan yang bertajuk, “Kontribusi Sawit bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani”.
“Sesungguhnya di industri ini dari total luasan yang ada, cakupan yang dimiliki oleh para petani itu sendiri cukup besar yakni 43 persen,” ujar Goldameir.
Baca juga : Kehadiran PT JAR di Kalsel Diklaim Dapat Membuka Lapangan Kerja Baru
Disampaikan pula bahwa kontribusi sawit bagi peningkatan kesejahteraan petani cukup besar dilandasi dengan dengan dua tipologi petani yakni plasma dan independen.
“Petani sawit plasma terdiri dari 21 persen, mereka adalah petani yang dibina dan merupakan bagian dari perusahaan karena ada kewajiban peraturan perusahaan untuk membina 20 persen dari total luasan, kemudian ada juga petani swadaya atau petani independen dengan total jumlah kurang lebih sebanyak 79 persen,” ujar Goldameir yang juga merupakan generasi petani sawit generasi kedua itu.
Petani-petani ini didominasi oleh petani sawit independen, petani independen dengan modal niat dan ikhtiar sendiri untuk memulai usaha tani kelapa sawit, dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki pengetahuan lengkap serta modal.
Disebutkan bahwa dampak dari perkebunan kelapa sawit ini menjadi sumber devisa negara,
“Bayangkan dari sawit bisa mendapatkan 400 triliun dibanding dengan APBN negara, itu berarti industri pariwisata terhempas yang tadinya diharapkan menjadi lokomotif ternyata terhempas,” tambah petani sawit milenial itu.
Pihak APKASINDO juga pernah mengadakan beberapa survei singkat di antara petani-petani terkait saat awal pandemi Covid-19 melanda negeri ini.
“Kita tanya bagaimana situasi mereka, sebagaimana kondisi pandemi benar-benar mempengaruhi perekonomian, banyak yang terhenti dan tidak siap dengan situasi yang tiba-tiba itu, berbeda dengan petani sawit, mereka masih kuat ekonominya masih cukup berputar karena mereka di kebun tidak harus banyak berinteraksi,” jelasnya.
Disebutkan harga juga tidak turun, hal tersebut membuktikan bahwa ketika situasi tidak menentu, petani sawit tidak begitu berdampak, “dapur kami para petani sawit masih tetap mengepul,” pungkas Goldameir. (L923).